Sudah
lama sejak asi tak lagi diminumnya dari pangkuan seorang ibu dengan mimpi-mimpi
yang datang pada mata yang tertutup dari jurang kekosongan dan akal hanyalah jadi
sebuah beban, tubuh mungil dan suara jerit tak lagi dilakukan ketika hidupnya
sudah menembus fase dimana para pemimpi harus bangun dari hibernasi yang lama,
tapi rohnya terbuka ditempat yang penuh warna sedangkan telingannya dijejali
musik rock dan punk dengan alkohol yang menjadi minuman paling nikmat sebagai
bentuk ucapan selamat datang dari dunia yang bernama kehidupan.
Suatu hari tubuhnya ringkih, matanya muram
dan pikirannya menembus setiap jengkal pembatas halusinasi, mungkin obat
penenang menjadi warna pada setiap yang ia lihat, dan ia pernah tersungkur
beberapa kali terkadang ia ingin hidup tanpa ada orang lain, pada akhirnya
kebahagiaan tak pernah ia dapat dalam hidup yang serba kekurangan, mungkin
hanya angin yang mengerti perasaannya.
Langkahnya yang terus menyusuri setiap
jengkal aspal jalan dan burung-burung slalu menyapa saat tubuhnya roboh diterpa
angin yang masuk ke telinganya, ia tak pernah melihat setitik cahaya dari
setiap kesedihan dan kesengsaraannya, kata-kata sudah menjadi kalimat baku yang
ia tulis, apakah ada yang mengeti dia? Dari seorang pemimpi yang tidur terlalu
lama, mungkin hanya tuhan yang bisa berdiskusi dengannya daripada manusia yang
kotor yang memiliki kebaikan yang penuh kejijikan.
Ia tumbuh besar layaknya martir yang
menghatam setiap bebatuan keras, bahkan akalnya pun luas dari yang sempit
hingga melebar, tangannya slalu menadah memohon harap pada langit, matanya
slalu mebiaskan apa yang ia lihat, bahkan telinganya sudah dijejali dengan
musik yang sok-soan indie padahal menurutnnya indie bukan tentang senja dan
kopi, melainkan bahwa indie adalah ketika senja tiba adalah waktu dimana para
manusia yang tengah berjalan meraih pintu surga, dan itu yang ia katakan
sebagai seorang pemimpi.
Ia sekarang mengerti yang hidup pasti akan
slalu menjumpai kematian bahkan tumbuhan pun bisa tahu ajalnya dan begitupun
manusia, kematian akan slalu jadi takdir yang tak bisa dibantah. Apakah
kehiudpan mengajari kita untuk mati? Mungkin tidak, tapi rasanya iya, sekarang
ia tahu bahwa kehidupan adalah bekal untuk menembus kematian, dosa dari setiap
keburukan mengingatkannya pada kematian dan dosa terburuk adalah hidup menuju
keduniawian.
Lalu ia menemui laut yang penuh dengan
hamparan karang dan pohon-pohon di pelataran bibir pantai lalu ia berkata: “
ohhh... laut siapakah yang menciptakanmu yang begitu indah menerjang setiap
bebatuan keras hingga terkikis dan siapa pula yang menciptkan pohon tua yang
begitu kokoh yang melingdungiku dari panasnya matahari, dan matahari siapa pula
yang menciptakanmu? “ mereka hanya bisu dan
mengeluarkan suara-suara yang samar dan pemipi itu pun berkata:
baiklahhh .... aku tahu apa maksud kalian!!!, aku sungguh berdosa menjadi
manusia yang kehilangan akal untuk tidak mengikuti apa yang diperintahkan oleh
pencipta kalian, aku sunngguh hina untuk menjadi pengisi bumi, sungguh kalian
indah tak seperti aku yang telah terperosok ke dalam jurang kehancuran “ (
akhirnya ia tak kuat menahan tangis yang keluar dari matanya).
Kemudian ia berjalan menyusuri dengan
kehampaan hatinya dan akhirnya ia bertemu dengan bebatuan curam yang dibawahnya
terdapat desa yang sedang bersuka ria, ia bertanya pada bebatuan tersebut dan
berkata: “ heyy bebatuan bolehkah aku bertanya padamu? “ ia menjawab: “apakah
yang ingin kau tanyakan padaku manusia gundah? “ dan seorang pemimpi itu pun
tersenyum dan berkata: “ heyyy bebatuan apakah kau tidak lihat dibawahmu
terdapat para manusia yang sedang tersenyum dan tertawa bahagia sedangkan kaki
kalian itu sudah tidak kokoh lagi untuk menahan berat tubuh-tubuh kalian? Bagaimana
jika kalian menimpa mereka!! “ ( seorang pemimpi itu bertanya dengan nada tinggi)
kemudian bebatuan itu menjawab: “ jika penciptaku berkehendak untuk
merobohkanku bahkan bila kakiku yang kuat sekalipun tak mungkin aku bisa
melawannya, lihatlah tawa mereka yang dibawahku, mereka tak menyadari kematian
bisa datang kapanpun jika penciptaku berkehendak, lihatlah kebaikan dan
keburukan mereka yang telah aku lihat selama bertahun-tahun, jika aku roboh
menimpa mereka tapi mereka dalam keaadan bersujud, mereka akan terbangun dari
mimpi-mimpinya yang buruk, tetapi jika aku menimpa mereka dan mereka dalam
keadaan berpesta maka mimpi-mimpi yang terburuk akan menimpa mereka, itulah
yang dikatakan oleh penciptaku, dan kematian mereka adalah kehendak dari
penciptaku dan sungguh malang jika para pemimpi itu bangun dalam keadaan
berdosa, termasuk pemimpi sepertimu yang tak pernah puas apa yang diberikan
penciptaku, ingatlahhh!!! Dunia ini hanya mimpi!! Kehidupan sebenarnya akan kau
jalani setelah kau mengalami kematian, dan bekalmu saat bangun adalah kebaikan
dan perbuatan yang telah kau lakukan didunia mimpi ini, ikutilah perintah
penciptaku dan rubahlah hidupmu dalam dunia mimpi ini, dan jika kau melakukan
itu maka kau akan bangun dalam keadaan segar dengan udara yang bersih dan
gadis-gadis cantik yang setia menemanimu, jika engkau tidak mengikuti perintah
dari penciptaku, maka kau akan bangun dalam keadaan lumpuh dengan gadis-gadis
buruk rupa dan kau tak pernah menemukan setitik udara sekaipun, seorang pemimpi
itupun menangis dalam keadaan hati yang hancur dan ia tak mengeluarkan sepatah
katapun dari mulutnya setelah apa yang ia dengar dari para bebatuan.
Dan ia pun melanjutkan perjalananya menuju
arah matahari dan bertanya pada dirinya dan berkata: “Siapa yang menciptakan
para bebatuan itu? Dan siapa pula yang
sudah menciptakan laut yang begitu indah dengan pohon-pohon yang
mengeliliginya?” ia masih bertanya apa yang harus dilakukan dalam dunia mimpi
ini, perbuatan apa yang harus ia lakukan dalam menghadapi kematian, dan ia pun
masih bingung dan mencari setiap jawaban dari beribu pertanyaan, ia masih
berjalan untuk menemukan kebenaran.
Ily 70.000
BalasHapus